pemilik blog ini

saya ja'far luqman sekolah di tk tmabak rejo lanjut di MI darul ulum tmbak rejo waru sidoarjo lalu pndah ke MI salafiah mojogeneng jatirejo mojokerto lalu pndah lagi ke MI darul ulum waru sidoarjo terus melanjutkan k MTS muhajirin mojokerto lalu pndah k SMK AL AMIN surabya

Monday, April 23, 2012

teknik stroke motor


Senin, 23 april 2012
Mencermati varian motor Yamaha dari YZF-125, R15. Saya tertarik untuk mencermati spesifikasi bore x stroke. Apakah Bore dan Stroke itu? bore itu diameter silinder sedangkan stroke itu jarak piston bergerak maju-mundur.
YZF-125 = 52.0 x 58.6 mm
MX-135 = 54.0 x 58.7 mm
Vixion/R15 = 57.0 mm x 58.7 mm
hmm apakah MX-135 merupakan bore up dari YZF-125? Sekilas strokenya hampir sama, beda 0.1 mm saja. Bore-nya beda 2 mm. Kemudian Vixion bore up dari MX-135. Bore beda 3 mm hasilnya beda 15 cc.
RXZ 135 (RX King) = 56.0 mm x 54.0 mm (58.0 mm x 50.0 mm ?? )
Fizr = 52.0 mm x 52.0 mm
Fizr maksimum Over Size (OS) 200, Bore = 54mm, Stroke = 52mm –> Volume cylinder = 119 cc. Jika CRANK dari King bisa dipasang maka stroke menjadi 54 mm dan volume-nya adalah :
V = 3,14 x 54 x 54 x 54 : 4 = 123,6 cc yah cuman dikit bro ! hahahahahaha.
VEGA R = 51.0 x 54.0 mm
VEGA ZR = 50 x 57.9 mm
Wah mantap nih VEGA ZR, stroke-nya panjang bo, kalau dibore up mantap tuh. Misalkan bisa dipakai piston V-Ixion maka :
V = 3,14 x 57 x 57 x 57.9 : 4 = 147,6 cc booo mantap deh.
Wah ternyata VEGA ZR diam-diam menyimpan potensi yang hebat !
Apalagi kalau pakai piston Scorpio :
Yamaha Scorpio Z = 70 mm x 58 mm
V = 3,14 x 70 x 70 x 57.9 : 4 = 222,7 cc ! Wah cukup ngga tuh blok Vega di bore up jadi 70 mm dari 50 mm, alias ngurangi tebal blok sebanyak 1 cm ! . Terlalu ekstrim kali yah :D.
Kalau VEGA R lama ? Mungkin pakai piston RX King yah, jadinya
V = 3,14 x 56 x 56 x 54 : 4 = 147,6 cc = 132,9 ~ 133 cc lumayan juga :).
Yamaha mio ?
Yamaha Mio = 50 x 57.9 mm
Mio sama dengan Vega ZR. Dan Mio sudah banyak yang bore up hingga 180-200 cc ! Apakah karena keberhasilan bore-up Mio, maka bore x stroke Vega ZR jadi sama dengan mio ? hmmm menarik.
Mio yang menggunakan piston Tiger akan mempunyai cc :
V = 3,14 x 63,5 x 63,5 x 57.9 : 4 = 183,3 cc .
Bagaimana dengan Blade ?
Honda Blade 110 cc = 50 mm x 55.6 mm
Honda Revo 100 cc = 50 x 49,5 mm
Supra X 125 = 52,4 x 57,9 mm
Honda Mega Pro = 63.5 mm x 49.5 mm
Honda CS1 = 58 x 47,2 mm
Honda CBR150R = 63.5 mm x 47.2 mm
Honda Tiger = 63,5 mm x 62,2 mm
Wah susah yah cari piston buat blade atau supra buat bore-up. Bisa aja sih piston bore-up nya dipangkas belakangnya. CS1 kayaknya bisa dibore-up pake piston CBR150. Revo 100 cc di bore-up pake MegaPro ??
Kawasaki Kaze ZX130 = 53.0 mm x 59.1 mm
Kawasaki Athlete 125 = 56.0 mm x 50.6mm
Kawasaki KLX250 = 72.0 mm x 61.2 mm
Huwaaa Kaze ZX130 sangat menjanjikan, stroke-nya panjang dan dengar-dengar dagingnya tebal! Cuman susah cari piston gede yang stroke-nya 59.1 mm. Biasanya sih pake piston Joy.
Suzuki Shogun 125 = 53,5 mm x 55,2 mm
Suzuki Thunder 125 = 52.4 x 57.8 mm
Suzuki Thunder 250 = 72.0 mm. x 61.2 mm.
Thunder 25 sama dengan Supra X 125 ! Stroke thunder dan supra juga mirip sama dengan Mio dan Vega ZR, balik maning ming mio :)
V mio boreup dgn thunder = 3,14 x 52.4 x 52.4 x 57.9 : 4 = 124,7 cc . Kalau gitu apakah supra bisa dibore-up gila-gilaan pakai piston tiger? Thunder juga punya potensi nih, tinggal dicari tahu apakah pin seher thunder compatible dengan piston-piston lainnya. Sebab thunder 125 harganya jauh lebih murah dari V-Ixion dan sudah 5 speed.
Dan yang menarik adalah Thunder 125, Supra X 125 dan Mio merupakan jawara di kelasnya. Akankah Vega ZR juga akan menjadi jawara di kelasnya?
Wah Jupiter Z jawara Indoprix tahun lalu malah lupa nih :D.
Jupiter = 51 mm x 54 mm.
Sama yah dengan Vega R :).
Bore-up pada 4 tak paling gampang paling cuman ganti liner, dan ganti setang seher kalau pin piston-nya beda. Kalau stroke-up bisa sih misalnya menggeser letak pin setang seher yang ada di Crank atau memakai pin variasi. Jadi kalau stroke-up hasilnya kurang relialible karena pake belah mesin dan ubah crank atau pin crank.
Perbandingan antara Bore dan stroke ternyata juga mempengaruhi performa. Ada tiga type bore x stroke yaitu :
- Over Bore
- Over Stroke
- Square Engine
Over Bore
Ukuran Bore lebih besar dari ukuran stroke. Power maksimum pada putaran menengah dan tinggi. Cocok untuk motor sport. Contohnya :
Yamaha RXZ 135 (RX King) = 56.0 mm x 54.0 mm
Yamaha Scorpio Z = 70 mm x 58 mm
Honda Mega Pro = 63.5 mm x 49.5 mm
Honda CBR150R = 63.5 mm x 47.2 mm
Honda Tiger = 63,5 mm x 62,2 mm
Kawasaki Athlete 125 = 56.0 mm x 50.6mm
Kawasaki KLX250 = 72.0 mm x 61.2 mm
Over Stroke
Ukuran Stroke lebih besar dari ukuran Bore. Torsi dan power tinggi pada putaran rendah dan menengah. Cocok untuk santai-santai dan perkotaan yang macet. Pada RPM tinggi, tenaganya mengecil dan mesin bergetar sehingga berisik. Contohnya :
YZF-125 = 52.0 x 58.6 mm
MX-135 = 54.0 x 58.7 mm
Vixion/R15 = 57.0 mm x 58.7 mm
VEGA R = 51.0 x 54.0 mm
VEGA ZR = 50 x 57.9 mm
Yamaha Mio = 50 x 57.9 mm
Honda Blade 110 cc = 50 mm x 55.6 mm
Supra X 125 = 52,4 x 57,9 mm
Kawasaki Kaze ZX130 = 53.0 mm x 59.1 mm
Suzuki Thunder 125 = 52.4 x 57.8 mm
Square Engine
Ukuran Bore sama dengan ukuran stroke. Torsi dan power merata di semua putaran. Contohnya Yamaha F1ZR :
Fizr = 52.0 mm x 52.0 mm


Merancang Mesin Balap Skutik


Other
Sangat menarik untuk merancang mesin balap skubek atau skutik Kan balap skubek baru aja dipentas dua Minggu lalu di Sentul Kecil. Bahkan kabar bagusnya, tahun depan ada 4 seri lagi. Untuk itu sebagai persiapan rasanya perlu teori yang pas supaya ada panduan dan tidak salah langkah.

Paling menarik untuk dicermati kelas 150 cc. Di Yamaha Mio harus menggunakan piston 57 mm. Sedang stroke standar Mio yaitu 57,9 mm. Bagaimana menentukan ukuran klep dan besarnya karburator yang digunakan?

Sebagai permulaan harus menentukan letak power di rpm berapa. Jadi, bukannya menentukan besarnya klep dulu.

Peak power sekitar di 13.000 rpm untuk kelas 110 cc. Rata-rata tim lain bermain di 12.000 rpm. Biar gampang ditentukan di 12.000 rpm saja ya, maklum di skubek yang transmisi otomatis belum ada batasan. Juga karakter tenaga bagusnya di gasingan bawah.

Juga mesti tahu dulu gas speed (GS) di lubang porting. Menurut referensi dari tuner luar negeri 80 meter/detik. Untuk motor balap Ibnu, yaitu 100-105 meter/detik. Angka ini menentukan homogenitas campuran bensin-udara. Jika kelewat gede atau kurang dari 80 m/detik akan tidak homogen. Lebih gampang 100 m/detik saja ya.

Selanjutnya mencari ukuran diameter inlet port. Menurut mekanik beken disapa Pakde itu, paling gampang bisa diukur dari diameter lubang inlet di kepala silinder yang ketemu dengan intake manifold. Untuk menentukan besarnya bisa lihat rumus:

Diameter Piston2
Gas Speed= --------------------------x Piston Speed
Diameter Inlet Port2

Piston Speed = (2 x stroke x rpm)/60.
Yamaha Mio punya stroke 57,9 mm (0,0579 meter). Pada gasingan 12.000 rpm, maka Piston Speed = (2 x 0,0579 x 12.000)/60 = 23,16 meter/detik. Nah, dari sini bisa menghitung diameter inletnya. Yaitu:

Diameter Piston²
Diameter Inlet Port = √--------------------------x Piston Speed
Gas speed

0,057²
Diameter Inlet Port = √----------------- x 23,16
100

Diameter Inlet Port = 0,0274 meter = 27,4 m

Nah, dari sana ketahuan bahwa diameter inlet port 27,4. Dari sini memang rada rumit jika mau tahu ukuran diemeter klep ideal. “Harus melalui rumus yang panjang dan perlu riset lama. Terutama tahu dulu diagram kerja kem dan bikin pusing,” jelas Ibnu yang sarjana elektro sekaligus mesin itu.

Diameter klep tergantung letak peak power yang dimau
Untuk itu Ibnu mau kasih rumus ringan. Katanya diameter inlet port itu untuk ukuran motor cc kecil, yaitu 0,85 x diameter klep isap. Maka diameter klep isap = Diameter Inlet Port/0,85 = 27,4/0,85 = 32 mm.

Klep buang lebih kecil lagi. Besarnya berkisar 0,77 sampai dengan 0,80 x diameter klep isap. Jika diambil yang paling besar yaitu 0,80 x 32 = 25,6 mm. Nah, ini dirasa sangat gede jika klep isap 32 mm dan buang 26,6 mm. Rasanya seperti sangat susah dipasang pada kepala silinder yang hanya menggunakan piston diaemeter 57 mm.

Tapi rumus ini jika peak power kepingin berada di 12.000 rpm. Untuk ukuran matik harusnya lebih rendah lagi. Kan transmisi otomatis (CVT) butuh tenaga galak di putaran bawah supaya cepat melesat.

Jika tenaga bermain di gasingan 11.000 rpm klep isap 30,6 mm dan klep buang 24,5 mm. Kalau mau lebih rendah lagi misalnya di 10.000 rpm, maka klep isap 29,5 dan buang 23,6 atau 24 mm. Jadi, besarnya diameter klep tergantung dari letak peak power yang dimau.

Venturi Karbu
Menentukan besarnya venturi karburator juga bisa berpatokan dari perbandingan. Sebagai contoh diambil dari buku panduan flowbench merek Superflow SF-110/120. Perbandingannya 0,85 x diameter klep.

Sebagai contoh seperti di atas jika diameter klep isap 32 mm. Maka venturi karburator 32 x 0,85 = 27 mm. Namun dirasa susah mencari karburator ukuran 27 mm. Kalau mau lebih gampang, pilih aja yang 28 mm. Seperti Keihin PWK 28 misalnya.

Artikel diatas, ditulis cara menentukan besarnya diameter lubang intake atau isap di skubek. Contohnya di Yamaha Mio. Tentunya harus ditentukan dulu letak peak power di rpm berapa yang dimau.

Batang klep. Pilih yang sama dengan punya Mio biar gesekan ringan

Letak peak power atau tenaga puncak yang dimau akan menentukan besarnya diameter lubang isap. Juga akan menentukan pemilihan diameter payung klep dan ukuran karburator yang diterapkan.

Rupanya cara itu lumayan menarik perhatian skubeker yang doyang ngebut. Seperti Nugroho dari Surabaya. “Jika sudah tahu ukuran payung klep yang dipakai, kira-kira pakai punya klep apa dan gimana pasangnya?” tanya pemakai Yamaha Nouvo itu lewat SMS.

Untuk Yamaha Mio yang mau turun di kelas 150 cc pakai piston 57 mm, bisa menggunakan klep beberapa tingkatan. “Tergantung letak peak power ada di rpm berapa,” timpal Ibnu Sambodo, begawan 4-tak yang minggu lalu memberikan rumusnya.

(1) Klep Sonic
Misalnya menyesuaikan dengan klep yang tersedia di pasaran. Sebagai contoh klep Honda Sonic in 28 mm dan ex 24 mm. Herganya berkisar dari Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu. Namun risikonya harus potong batang klep lantaran kepanjangan. Kalau tidak repot comot aja merek TK, TDR atau Daytona khusus untuk Mio.

Klep ukuran 28/24 ini banyak dipakai skubeker. Jika menggunakan rumus yang diberikan Ibnu minggu lalu, karakter tenaga atau peak power berkisar di 9.000 rpm. Namun pakai klep ini harus menggeser posisi sudut klep di kepala silinder.

Standar Mio klep in kemiringan dari vertikal 31,5 derajat dan klep buang 35,5 derajat. Jika memakai klep Sonic, kemiringan harus dibikin lebih landai supaya tidak saling bertabrakan.

Dari perhitungan menggunakan rumus sinus dan cosinus, didapat klep isap kemiringannya harus dibikin 29,1 derajat. “Klep buangnya 33,5 derajat dengan memperhitungkan jarak antar klep 4 mm.

Jarak antar klep bagusnya 3-4 mm supaya mesin adem

(2) Klep EE 31/25,5 mm
Pilihan kedua, jika tenaga mesin mau berada di kisaran 11.000 rpm. “Bisa pakai klep berlogo EE yang diameter payung klep isap 31 dan buang 25,5 mm.

Jangan lupa jarak antar klep diseting 4 mm dan sudut kemiringan klep isap 28 derajat dan buang 33 derajat. Karakter klep EE antijeber alias tidak mengembang meski menggunakan per yang keras dan kem lift tinggi.

Klep ini memang batangnya lebih panjang. Konsekuensinya harus main potong supaya ukurannya sama dengan punya Mio. Namun kelebihannya diameter batang klep kecil alias sama dengan punya Yamaha Mio. Sehingga gesekan lebih ringan.

Meski harus main potong batang, namun harganya lumayan ringan. Katanya sih pihak JP Racing menjualnya dengan banderol Rp 150 ribu.

(3) Klep GL Pro Platina
Pilihan lain bisa coba klep GL-Pro platina alias tipe lama. Diameter payung klep in 31,5 mm dan ex 26 mm. Dipastikan cocok untuk mengejar tenaga di gasingan 11.500 rpm. Harganya lumayan bersahabat. Seperti buatan Indoparts yang dilego kisaran Rp 70 ribu.

Untuk pemasangan klep ini Chandra yang spesialis ubah klep itu kasih bocoran. “Kemiringan klep isap dipasang 27,5 derajat, sedang kemiringan klep buang 32,5 derajat, kondisi ini jarak antar klep biar aman 5 mm,” jelas Chandra.

Namun menggunakan klep GL-Pro meski murah ada konsekuensinya. Batang harus dipotong lantaran kepanjangan. Juga diameter batang klep lumayan gede, yaitu 5,5 mm. Bandingkan punya Mio asli hanya 5 mm.

Jarak Antar Klep
Jarak antar klep memang tergantung dari kem. Terutama overlap dan lift. “Namun jangan kelewat jauh mematok jarak antar katup isap dan buang. Bagusnya sih 3 sampai 4 mm.

Dari analisis Jesi, jika jarak antar klep 5 mm atau lebih akan berakibat mesin panas. Biasanya leher knalpot membara. Menandakan temperatur mesin tinggi.










Stroke-up Yamaha Mio


Category: Other
Untuk mendapatkan kapasitas silinder besar, tidak hanya ditempuh dengan cara bore up. Kini bisa juga diakali dengan stroke-up alias memperpanjang langkah seher alias piston. Tetap perlu trik khusus supaya dicapai stroke yang sangat panjang alias maksimal.

Persoalannya, naik stroke abis terkendala setang piston yang dipakai dan celah pen di kruk-as hanya sedikit. “Makanya diatasi dengan memperlebar diameter bandul kruk-as dan ganti setang seher.

Untuk memperpanjang langkah piston terbilang sulit. Mekanik harus memperhitungkan matang pemilihan setang seher motor apa yang mau dipakai. Apalagi perubahan ini tergantung dari pen kruk-as dan pen piston pengganti.

Rasio girboks bisa dibikin setingan berat

Stroke panjang di bandul yang dilas jauh dari efek melintir

Puli primer lebih gede dari sekunder, untuk mengimbangi naiknya torsi

Bukan cuma itu. Sisa celah antara crankcase dengan diameter luar bandul kruk-as tidak boleh luput dari perhatian. Apalagi penggantian setang seher di kruk-as dipengaruhi diameter bandul yang diperlebar dengan cara dilas sekelilingnya.

Intinya, mekanik harus pintar cari tukang bubut yang pandai membesarkan diameter bandul kruk-as, membubut juga ngebalance. Sebab kalau tidak sama yang ahli, kruk-as rawan melitir.

“Baru deh cari setang seher yang ideal dipasang di kruk-as dan punya diameter pen seher sama. Apalagi pembesaran diameter kruk-as selain lebih kuat juga masih bisa memajukan posisi pen kruk-as.

Kini diameter kruk-as yang sudah kena las membengkak jadi 108,8 mm dari 102,8 mm (standar). Adapun setang piston yang dipilih adalah milik Suzuki TS125, RX-Z atau Ninja 150. Kebetulan dipilih Kunto dari TS125, pakai laher bambu supaya pas dengan pen 15 mm.

Menggunakan setang seher TS125 menguntungkan. Sebabe pin kruk as lebih kecil. Sehingga posisi titik tengah pin bisa digeser jauh keluar. Hasilnya didapat stroke lebih panjang.

Settingan Puli Dan Griboks
Agar stroke-up di mesin Mio seimbang dengan komponen reduksi di rumah CVT dan girboks, setingan dua komponen ini wajib disesuaikan. Diameter puli primer dibikin lebih besar daripada sekunder.

Saya bikin ubahan ini ambil contoh hitungan gir reduksi sepeda. Torsi gede bila gir depan lebih besar dari belakang, yang terpaksa bikin ulang puli primer lebih besar dan ganti puli skunder kecil produk aftermarket.

Lalu di sektor gigi rasio, hanya mengganti setingan girboks dengan perbandingan berat. Kalau aslinya pakai 14/45, sekarang pakai rasio 17/42.

lebih lengkapnya bisa hub di : 085294816253
Diposkan oleh ash shudur 2009 di 06:35 0 komentar
Minggu, 08 Maret 2009
Mau bikin Mio Bore-up 150cc?


mio racingBak panas setahun diguyur hujan sehari, sueger tenan. Itu gambaran yang pas buat speedgoes dengan skutik. Bagaimana tidak, event balap resmi yang ditunggu-tunggu sebagai wujud eksistensi dunia balap motor akhirnya terselengara juga.

“Waktu penyelenggaraan pertama pada akhir Desember 2008 lalu, kelas Bore-up 150 cc Pemula termasuk yang banyak diikuti peserta. Yamaha Mio jadi skutik yang paling banyak turun di kelas itu,” ucap Fredy, pihak penyelenggara balapan.

Tetarik ikutan? Yuk kita persiapkan Mio buat bisa fight abis di kelas itu. Tentu dengan mengacu pada aturan yang sudah disepakati bersama. Untuk persiapan pertama konsentrasi pada pembesaran ruang bakar ya.

Menurut beberapa mekanik yang doyan otak-atik skutik, ada 2 cara yang bisa diakukan agar kapasitas mesin 113,7 cc punya Mio bisa sesuai regulasi kelas bore-up 150 cc pemula.

"Pertama dengan murni menaikkan diameter piston Mio yang standarnya 50 mm. Langkah berikutnya dengan memadukan pembesaran diameter piston dengan memperpanjang langkah,” terang Aldhie, mekanik sekaligus pemilik Bike.rider Shop di Kalimalang, Jaktim.

Pakai Piston 57 mm
Untuk cara pertama, ukuran piston yang bisa dipakai melengserkan standar Mio, yang berdiameter 57 mm. Dengan perhitungan (1/4 x 3,14 x(57)² x 57,9): 1000, maka didapat kapasitas mesin Mio sekarang jadi 147,67 cc.

Menjejalkan piston gede, bikin liner standar juga mesti dirumahkan. “Gantinya liner yang sesuai sama piston itu, misal pakai punya Suzuki Thunder 125,” kata pria berkulit putih ini.

Selain bawaan Thunder 125, piston Honda GL Neo Tech & Yamaha V-Ixion bisa dipakai buat naikkan cc Mio. Oh ya, enggak hanya boringnya yang mesti diganti saat mengapliaski cara pertama ini.

Khusus pakai piston Thunder dan V-Ixion, penyesuaian pada diameter pin juga mesti dilakukan. Pasalnya bawaan Mio 15 mm dan pin Thunder juga V-Ixion 14 mm.

Butuh pengerjaan 5 sampai 7 hari

Perbesar Piston + Naik Stroke
Langkah kedua ini, kombinasi nambah diameter piston dengan menjejalkan yang ukuran 54,5. Sedang buat tambah panjang langkah, ukuran total 6 mm (sesuai aturan maksimal naik stroke) dianggap yang paling pas. Pasalnya bila dimasukkan ke dalam rumus, hasil perkalian dan pembagiannya ketemu kapasitas mesin jadi 148,99 cc.

Dibanding hanya dengan menaikkan kapasitas mesin, pengerjaan pada langkah ke-2 ini lebih lama. “Karena mesti ada prosesi belah mesin buat pasang stroker baru,” urai Joko, mekanik dari Pakde Motor di Depok, Jabar.

Aplikasi ini tak perlu pakai ganti boring, namun penyesuaian pin perlu dilakukan pada beberapa piston yang bisa digunakan. Seperti seher bawaan Yamaha Jupiter dan Kawasaki Kaze yang diameternya 13 mm. Kalau pasangnya piston Suzuki Shogun atau Yamaha Jupiter MX, gak perlu ganti pin.
Diposkan oleh ash shudur 2009 di 23:06 1 komentar
REGULASI KELAS 150 CC PEMULA (MTC) DAN SEEDED (MTC5)

1. Volume silinder maksimum 150 cc
2. Diameter piston boleh diubah
3. Stroke boleh diubah maksimal naik 6 mm
4. Klep pemula maksimal in 28 dan out 24. Seeded maksimal 32 mm
5. Nomor mesin dan rangka sesuai STNK
6. Kem bebas
7. Karbu standar, filter boleh dilepas (pemula)
8. Karbu maksimal 28 (seeded)
9. Bahan bakar Pertamax atau Pertamax Plus
10. Pengapian hanya CDI boleh diganti, menggunakan merek BRT
11. Magnet boleh dibubut
12. CVT hanya pully primary shaft (rumah roller, roller, dan stand primary shaft/kipas) yang boleh diganti
13. Rasio standar
14. Diameter sesuai standar pabrik
15. Bahan pelek boleh pakai aluminium
16. Ban 1 merek yaitu Indo Tire disediakan panitia
17. Knalpot standar boleh dibobok atau dubah pipanya
18. Cover bodi dipasang sesuai standar
19. Komponen dari metal dan lampu harus dilepas. Seperti behel, standar samping, standar tengah, footstep belakang, lampu depan, sein dan lampu belakang
20. Skubek yang standar pabrik pelek 16 inci tetap pake sesuai asli. Ban akan diberitahu kemudian (bukan ban impor)
Diposkan oleh ash shudur 2009 di 22:46 0 komentar
Untuk Semua Merek
Road race skubek identik sekali dengan balap satu merek. Iya selalu didominasi Yamaha Mio. Seperti gelaran Matic Bike Race di Sirkuit Sentul, Desember tahun lalu. Hampir semua tim memakai Yamaha. Perbandingannya 95% Yamaha dan 5% merek lain. Padahal, balapan ini terbuka untuk semua merek.

Bisa jadi, meski bukan yang pertama nongol, Yamaha Mio skubek pertama yang langsung mengena pasar Indonesia. “Dan yang pasti Mio sangat enak diutak-atik. Konstruksi mesin sangat modifable alias gampang dimodif,” ucap Deden Gantar, pembalap skubek from Bandung.

Tidak Cuma itu, variasi dan part pendukung untuk Yamaha Mio sangat melimpah. Baik itu yang versi Thailand maupun lokal. Secara hitungan ekonomi juga lebih murah memodifikasi Yamaha Mio yang katanya buat cewek ABG itu.

Persoalannya, terjadi keributan di komunitas skubek ketika MOTOR Plus menerbitkan kisi-kisi regulasi kelas bore up 150 cc. Pengguna Yamaha Mio sangat tidak setuju jika stroke atau langkah piston diperbolehkan naik.

Dengan begitu, tim dan pembalap yang menggunakan Yamaha Mio seperti egois. Kan stroke Mio standar pabrik saja paling besar, yaitu 57,9 mm. Cukup pasang piston 57 mm akan didapat 147 cc. Artinya, layak turun kelas 150 cc. Bahkan liner silinder masih tebal, bisa pake seher lebih gede lagi.

Sementara tim yang menggunakan merek lain akan dirugikan. Cara satu-satunya buat mereka mendongkrak stroke. Seperti Honda Vario dan BeAT yang hanya 55 mm. Paling gede pakai piston 58 mm akan didapat 145 cc. Jika lebih dari itu, blok silinder jadi tipis, dikhawatirkan pecah atau tidak kuat balap.

Jika stroke tetap, pasti ditinggal lawan. Makanya Fredy yang mantan pegokart dan pereli mobil itu memberi kesempatan pemakai Vario dan BeAT untuk naik stroke. Seandainya, pin stroke variasi bisa dipakai kan naik 3 mm. Jadinya, stroke 58 mm. Supaya aman pakai piston 57 mm didapat kapasitas silinder 148 cc.

Begitupun pemakai Suzuki Spin atau Skywave. Untuk mengejar 150 cc dianjurkan juga ikut naik stroke. Kan stroke standar hanya 55,2 mm. Supaya murah tinggal menggunakan piston Suzuki Thunder 125. Tidak perlu modifikasi banyak lantaran lubang pin piston Spin dan Thunder 125 sama-sama 14 mm. Namun hanya didapat volume silinder 140 cc.

Untuk mengejar 150 cc, silakan stroke jadi 58,2 mm. Trus pakai piston Thunder 125 yang 57 mm otomatis didapat kapasitas silinder 148 cc. Pasti bejaban dengan Yamaha Mio. Begitu pertimbangannya.

STROKE MAKSIMAL NAIK 6 MM

Dari regulasi yang pernah ditulis, banyak juga yang bertanya. Menyangkut kalimat yang tertulis: Stroke maksimal naik 6 mm. Ini didapat dari memindahkan pin kruk as maksimal digeser 3 mm keluar. Hasilnya stroke maksimal hanya naik 6 mm kan?

Maksimal digeser 3 mm dengan pertimbangan pada kekuatan kruk as. Juga pada pertimbangan biaya yang dikeluarkan. Bahkan tidak perlu menggeser pin kruk as juga bisa dilakukan supaya murah dan tidak merusak kruk as. Caranya menggunakan pin stroke variasi.

“Pin stroke variasi juga maksimal 3 mm yang bagus. Langkah piston akan naik jadi 6 mm,” jelas Yesi Liga Siswanto alias Coki, bos dari Kawahara Racing yang menjual pin stroke untuk Vario dan Mio ini.

Ok, sampailah kita pada pembahasan Dynamic Compression Ratio, alias rasio kompresi dinamis, lebih mudah dipahami sebagai cylinder pressure alias tekanan dalam sebuah silinder. Ini adalah sebuah konsep penting dalam membangun sebuah karakter mesin ber performa tinggi. Sudah siap? Ayo tariiikkk mang..
Hal pertama yang harus kita tanamkan adalah “rasio kompresi (RK)” seperti biasa dibahas para tuner handal lebih cenderung pada term “Rasio Kompresi Statis”. Ini adalah konsep sederhana yang menampilkan perbandingan antara kapasitas mesin saat piston menghisap dalam sebuah silinder kemudian didorong dipadatkan ke ruang diatas permukaan piston kedalam ruang bakar saat berada di Titik Mati Atas (TMA).
Misal, sebuah silinder memiliki displacement 125cc dan volume combustion chamber 15cc ( sudah di plus-plus volume ketebalan gasket, dome piston, deck clearance, dll) maka RK akan didapat 140/15 = 9.33 : 1 alias mimik premium masih oke nih mesin. Jika kita melakukan mill pada cylinder head sebanyak 0.5mm dan mengurangi volume ruang bakar menjadi 12.5cc maka rasio kompresi sudah tembus 11 : 1 alias kudu minum pertamax plus. Dari sini saja kita sudah harus berhati-hati dan teliti tentang pemilihan bahan bakar yang bagus untuk mesin kita.
Sekaligus menjawab pertanyaan mengapa ketika melakukan bore up, motor malah molor dan seringkali ngelitik atau bahkan overheating karena ketidakcocokan bahan bakar dengan suasana hati mesin, tengkar deh… :)Jangan lupa Bore Up juga mempengaruhi, misal kapasitas didongkrak menjadi 150cc sedangkan head dipapas lagi sehingga volume ruang bakar tinggal 12.5cc, maka RK tembus di angka 13 : 1 yang sudah kudu mimik avgas. Masa iya motor gini mau dipakai harian? Pom bensin yang jual avgas dimana ya om… Hehehehehe
Semua orang tahu bahwasanya Mesin Performa Tinggi memiliki tipikal rasio kompresi tinggi. Semua halaman buku performa selalu bicara gampangnya, Semakin tinggi rasio kompresi maka semakin tinggi Kuda-Kuda tenaga yang dihasilkan. Bisa dipastikan pula peningkatan rasio kompresi sekaligus memperbaiki efisiensi volumetris dan respon puntiran gas. Jadi kenapa gak di pol-pol in aja madetin dome piston ke ruang bakar dan melejitkan RK setinggi langit seperti guru-guru kita jaman TK mengajarkan untuk menggantungkan cita-cita setinggi langit huahahahahah. Sekali RK menyentuh pada besaran nilai tertentu, kecenderungan detonasi akan muncul semakin besar pula. Siapakah detonasi? Bisa dibilang dia adalah sang trouble maker, lord voldemort di Harry potter, Tokoh jahat perusak mesin.
Detonation kill power and kill your engine! Ini bukan judul lagu, tetapi emang kenyataan bahwa detonasi bisa ngerusak mesin. Gimana cara mengatasinya? Sabar… Kemampuan mesin menahan beban rasio kompresi tinggi dapat diukur dari beberapa faktor, desain combustion chamber, material cylinder head, lapisan ruang bakar, material piston, bahan pembuat dinding liner, material valve, nilai rating busi -semakin panas suhu kerja mesin maka penggunaan busi ideal dengan nilai tinggi, semakin tinggi rasio kompresi penggunaan busi cenderung membutuhkan elektroda kecil yang memiliki voltase kuat dan fokus- Sekali aspek mekanis dalam mesin diperbaiki, maka variabel utama yang mebatasi tetep : KETERSEDIAAN BAHAN BAKAR DENGAN NILAI OKTAN TINGGI. Semakin tinggi nilai oktan = semakin tahan terhadap detonasi dan kemampuan toleransi terhadap tekanan kompresi.
NILAI OKTAN vs KOMPRESI RASIO
Dongeng diatas memunculkan pertanyaan yang seharusnya ada di pikiranmu, Seberapa tinggi seharusnya Rasio Kompresi mesin yang akan saya bangun? Kalaupun kamu mengetahui seluk beluk detail mesinmu dan memutuskan bahan-bakar apa yang bisa kamu peroleh dan akan kamu pakai, pertanyaan itu tetap tidak bisa terjawab dalam sekejab. Tanya Kenapa? Because karena tanpa referensi ataupun data dari spesifikasi noken as, RASIO KOMPRESI TIDAK BERARTI APA-APA!!! Lho, kok bisa? Dynotest yang akan membuktikan silahkan patok rasio kompresi yang sama dengan camshaft yang berbeda, gampangnya gini, mesin standard, upgrade pake camshaft CLD apa KAWAHARA atau kalau punya duit beli cam NMF thailand ngefek gak? Pasti ngefek! Well… dimana bedanya, kem mana yang memiliki performa paling oke di rentang RPM berapa.
Pikirin tentang bagaimana siklus sebuah mesin dan bagaimana dulu guru-guru kita mengajarkan proses mesin 4 langkah. Power stroke sudah selesai dan piston mulai bergerak naik ke atas. Klep masuk pastinya tertutup dan klep buang sudah terbuka. Seketika piston bergerak naik sekaligus membantu mendorong gas buang ke exhaust port. Sesaat sebelum piston mencapai TMA klep intake sudah mulai terbuka *disini point penting seringkali piston bertabrakan dengan klep adalah saat proses overlaping karena per klep floating, Piston berada pada TMA saat kedua klep terbuka sedikit untuk mendinginkan mesin. Kemudian piston bergerak turun dan klep buang tertutup sempurna dibarengi terbukanya klep hisap lebar-lebar. Gas segar masuk dengan sempurna ke dalam silinder. Sampailah piston di TMB dan ancang-ancang untuk melakukan langkah KOMPRESI! Inilah poin kritis kedua sebelum kita memahami Rasio Kompresi Dinamis (RKD).
Camshaft TIMING
Saat piston TMB, semua tahu klep intake masih terbuka. Akibatnya, meki piston sudah mulai bergerak naik, belum terjadi sedikitpun KOMPRESi karena klep intake masih terbuka. Kompresi baru dimulai jika dan hanya jika klep intake sudah tertutup penuh sempurna. Dan saat itulah campuran udara/bahan bakar dipadatkan! Rasio kompresi saat klep intake benar-benar sudah tertutup itulah yang dinamakan RKD.
RKD adalah kondisi pemadatan udara-bahan bakar yang sesungguhnya harus dihitung, bukan RK saja. Karena eh karena RKD tergantung pada derajat klep menutup, maka cam spec memiliki banyak effect dalam RKD sebagaimana spesifikasi teknis motor. RKD nilainya pasti lebih rendah dibanding RK. Kebanyakan mesin street performance dan semi-race motor memiliki RKD pada rentang 8 – 8.5 : 1. Dengan tipikal cam tertentu, bisa saja rasio kompresi mesin berada di 11 : 1 – 12 : 1. Lebih dari ini? Dipastikan lord voldemort akan muncul di mesinmu. Mesin dengan camsahft “kecil” akan butuh RK lebih rendah untuk mencegah detonasi. Mesin dengan cam “besar” dengan klep intake yang semakin lambat menutup bisa saja aplikasi rasio kompresi tinggi. Jika bisa mendapatkna VP Racing fuel maka sah-sah saja memakai RKD dan RK lebih tinggi. Tentu saja, motor balap dengan cam “lebar” bisa dipahami mereka bisa melewati rasio kompresi setinggi 13:1 – 15:1 karena eh karena cam mereka memiliki durasi overlaping lebih lama, yang berarti proses pendinginan mesin lebih lama serta RKD yang tetap proporsional.
Catatan : Banyak orang bingung dengan penggunaan istilah RKD. Beberapa orang mengartikannya sebagai karakteristik dari sebuah mesin yang melakukan proses running pada kecepatan tinggi. Dalam kasus tersebut, yang diperhatikan adalah volumetric efficiency dari mesin akan mempengaruhi secara signifikan terhadap tekanan silinder. Pada kasus kita, durasi noken as semakin lebar akan meningkatkan tekanan silinder lebih mendekati saat rev area saja. Sehinnga, semakin besar tenaga dan semakin besar tekanan silinder diciptakan pada RPM tinggi.

Enaknya kita memahami hal ini sebagai konsep “Tekanan Silinder” untuk menghindari kerancuan. Jadi ukuran RKD bisa ditilik setidaknya dari Compression Tester Gauge. Belum pada punya? Cape dehh… Beli napa ga nyampe 200rb ini…
Durasi noken as secara riil akan mempengaruhi performa sebuah mesin, sebagai contoh ketika kita memilih noken as berdurasi 310 derajat, kemudian kita ukur dengan dial gauge ternyata… this type of camshaft has an timing opening point @ 50 degree before the piston reach Top Dead Centre, dan benar-benar membuat klep intake menutup pada 80 derajat sesudah piston bergerak naik dari Titik Mati Bawah. Berarti sisa untuk langkah kompresi tinggal berapa anak-anak? Hah!? berapa? 90 derajat? Budi! Ayo berdiri di depan kelas sambil angkat kakinya dua-duanya… -Ngawang kalee-
Setiap siklus dalam mesin 4 langkah terjadi memakan proses sebanyak 180 derajat kruk as, sehingga langkah kompresi hanya tinggal 180 – 80 derajat = 100 derajat! Pinter… Nah, berarti langkah kompresi kita gak 100 persen dong? Ya iya lah… tadi kan diatas udah dijelasin kalau nilai RKD pasti lebih kecil dari RK. Gampangnya jika langkah kompresi diprosentasekan maka 100 / 180 derajat x 100 % = 55 %. Jadi jika kita punya mesin dengan RK 10 : 1 maka rasio kompresi sesungguhnya tinggal 5.5 : 1, gitu? Gak segampang itu sobat… Perhitungan yang lebih matang dan mantab akan mampu membuat mesin 4 tak meninggalkan jauh mesin 2 tak… Hmmmm… Obsesi nih :)
Menghitung RKD membutuhkan beberapa data, dan kalkulator tentunya, masa bisa pake sempoa? Pertama, nilai stroke setelah klep intake benar-benar menutup harus didapat. Ini perlu tiga input : Intake Valve Closing Point, Panjang Connecting Rod, Langkah sesungguhnya, dan beberapa rokok biar ga bosen ngitung heheheheh asal! Berikut formulanya yang ga pake one, nanti jadi formula-one dong, jago saya L. Hammilton kan item manisnya mirip saia hahahahahahahah :)
Piston High Compression
Daripada ribet-ribet ngitung tinggal klik aja di http://www.wallaceracing.com/dynamic-cr.php tinggal input-input data dan klik, jadi deh…
Misal motor Yamaha Jupiter, dengan diameter piston 51mm , stroke 54mm, panjang rod 96mm, inlet close pada 80 ABDC. Maka inputnya adalah Bore = 2.0 inches, Stroke = 2.12 inches, Rod length = 3.77, static comression ratio 14 : 1, inlet valve close 80 ABDC. Klik tombol calculate, maka hasilnya adalah :
Static compression ratio of 14:1.
Effective stroke is 1.39 inches.
Your dynamic compression ratio is 9.52:1 .
 Camshaft Racing
Mantab kan… Nah lalu apa gunanya kita mengetahui rasio kompresi dinamis? Tentu saja untuk mengetaui perbandingan arah modifikasi kita sudah bener apa belum… Misal jupiter standard inlet valve close pada 65 derajat, jika ingin modifikasi street performance, maka cukup naikin rasio kompresi standard yang awalnya 9 : 1 , bisa dibuat jadi 10.5 : 1 dengan bahan-bakar pertamax, maka rasio kompresi dinamisnya akan berada pada point 8.3 : 1, ini persis seperti apa yang dibilang diatas. Kalau nilai rasio kompresi sudah diperoleh maka tinggal mengatur porting area mau dipatok di RPM berapa, yang pasti jangan lebih tinggi dari 9.000 – 10.000 RPM. Dijamin motor tipe ini akan lebih mudah di tune dibandingkan dengan yang rasio kompresi sama dengan durasi camshaft tinggi. Atau kebalikannya, motor balap dengan rasio kompresi 14 : 1 dengan noken as standard akan sangat sulit di tune dibandingkan dengan yang memakai camshaft “besar”.
Ok, cukup sekian. Tetap sehat, tetap semangat, biar bisa modifikasi mesin tiap hari.